Tekanan
pori merupakan suatu pengetahuan di dunia industry minyak dan gas yang penting
dalam ekplorasi dan pengeboran. Prediksi tekanan pori cukup diperhatikan dalam
dunia minyak dan gas karena adanya contoh kegagalan sumur eksplorasi akibat
adanya sumur eksplorasi yang over
pressure pada suatu formasi batuan pada fase ekplorasi, hal ini bisa
mengakibatkan kerugian yang besar jika suatu oil and gas company tidak mempertimbangkan tekanan pori yang ada
pada formasi tersebut. Contohnya pada kasus Lapindo Brantas di Sidoarjo.
Mukerji, et al (2002) menjelaskan bahwa prediksi tekanan pori yang buruk pada abnormal pressure dapat menyebabkan
lambatnya penetrasi sumur, pemakaian mata bor yang berlebihan, meningkatkan
biaya dan resiko pada aktivitas pengeboran.
Menurut Sayers, 2002, tekanan pori ini dapat mengurangi
resiko kecelakaan dan dapat menekan biaya operasional. Prediksi tekanan over pressure secara akurat juga dapat
memperbesar kemungkinan pencarian hidrokarbon baik pada tahap ekplorasi, produksi,
maupun optimasi produksi. Selain itu, model migrasi fluida juga dikembangkan dari
pore pressure dan parameternya
dijadikan pertimbangan apakah suatu cadangan hidrokarbon migas tersebut layak
diambil atau tidak.
Dalam tahap pengeboran, tekanan pori dapat digunakan untuk
menentukan desain casing dan berat lumpur (mud
weight) yang digunakan. Desain casing ini ditujukan pada kedalaman berapa casing shoe pertama mulai dipasang agar
operasi pemboran akan lebih aman dan lebih ekonomis. Penentuan mud weight
ditujukan agar tekanan formasinya balanced.
Jika mud weightnya lebih ringan, maka
akan terjadi kick, dimana tekanan
hidrostatiknya lebih besar dari tekanan mud
weight, jika tidak diantisipasi lebih lanjut maka akan terjadi blow out. Blow out dapat membahayakan rig
dan well yang ada di sekitarnya. Sedangkan
apabila berat lumpur yang digunakan terlalu berat, maka akan merusak formasi
batuan. Sehingga penentuan mud weight
harus benar benar balanced. Untuk menahan
tekanan formasi / tekanan hidrostatik.
Dalam
memprediksi tekanan pori, Eaton mengembangkan metode dengan menggunakan prinsip
Normal Compaction Trend Line yang
memanfaatkan data log, seperti gamma ray, densitas ( RHOB), neutron (NPHI), log sonic, dan log
resistivitas. Metode ini dikembangkan lagi oleh Bowers yang memanfaatkan
kecepatan untuk data seismiknya. Digunakannya data well dan data seismic dalam
memprediksi tekanan pori dikarenakan data logging dari well hanya dapat
memberikan data di titik tersebut dan tidak dapat memberikan gambaran kondisi
tekanan secara horizontal. Dengan adanya data seismic, data ini dapat
mengambarkan kondisi bawah permukaan secara horizontal, akan tetapi memiliki
kekurangan dimana resolusi vertical yang rendah apabila dibandingkan dengan
data sumur, sehingga diperlukan kalibrasi antara data seismic dengan data sumur
(well log) agar diperoleh hasil yang lebih akurat.
No comments:
Post a Comment