Some Text

Assalamualaikum wr.wb :D

Wednesday, December 26, 2012

Kalo Saya jadi Bapak Aceng


Siapa yang tak kenal Aceng ? sudah 2 minggu bahkan lebih namanya selalu menghiasi surat kabar dan media elektronik nasional, tak henti hentinya beliau selalu membuat para wartawan “lengket”  mencari informasi tentang dirinya, Bupati Garut ini bahkan kini lebih popular dari artis yang sedang naik daun atau isu isu dalam negeri yang sedang hot menjadi perbincangan khalayak umum setiap harinya. Jarang sekali seorang Bupati sampai terkenal seluruh pelosok tanah air di Indonesia, apakah ini karena prestasinya yang begitu menonjol dalam memerintah suatu daerah? Atau bahkan melakukan suatu gebrakan perubahan yang membuat seluruh rakyatnya sejahtera dan tercukupi semua kebutuhan hidupnya? Bukan, Bapak Aceng terkenal karena kasus kontroversialnya yang menggemparkan seluruh negeri.

Hasil sidang DPRD Garut memutuskan, Bupati Garut Aceng HM Fikri melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kasus inilah yang menyebabkan beliau menjadi “mendadak terkenal” di mata masyarakat. Hasil dari putusan sidang itu berdasarkan laporan dari Panitia Khusus (Pansus) DPRD Garut akibat pernikahan sirinya dan perceraian kilat dengan seorang perempuan muda, Fani Oktora (18).

Nasi sudah menjadi bubur, berita itu cepat sekali menyebar, mungkin jika bapak Aceng adalah seorang warga sipil biasa, berita ini hanya akan bertahan 1 – 2 hari, dan kasus ini akan menghilang, tetapi beliau adalah seorang Bupati Garut, seorang pemimpin yang  seharusnya dijadikan sebagai teladan yang baik bagi rakyatnya, malah terjerat skandal kasus nikah kilat.

Bahkan ketika terdapat isu pemakzulan dirinya dan pencopotan jabatan sebagai Bupati Garut, tak pernah menyerah, Aceng HM Fikri melayangkan gugatan terhadap keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Jawa Barat,oleh kuasa hukum Aceng HM Fikri, Ujang Sujai.

Kalo saya jadi Aceng, sebagai pemimpin yang berani menanggung resiko dan bertanggung jawab, saya akan meminta maaf kepada rakyat Garut atas perbuatan yang saya lakukan, Aceng juga manusia biasa, manusiawi, pernah salah, pernah khilaf, sebagai pemimpin ia menjadi sorotan semua masyarakat. Sebagai pejabat publik seharusnya ia tahu apa yang ia lakukan, bukankah jabatan yang diberikan rakyat kepadanya hanya sementara, ketika dia mundur, ia juga tak kehilangan apa apa, tak mudah melakukan itu memang, butuh keyakinan diri yang kuat dan yakin bahwa jalan ini memang yang terbaik, seperti kasus yang dialami Pak Andi Mallaranggeng yang langsung berhenti dari jabatannya.

Langkah Aceng untuk damai dengan Fani saya acungi jempol, ketika salah berani mengakui perbuatan dan mempertanggungjawabkannya ke hadapan publik, jiwa itu seharusnya juga dituangkan dalam pertanggungjawabannya sebagai pemimpin daerah. Sudah jelas ketika diangkat menjadi Bupati, dengan segenap jiwa dan raga mengabdi kepada daerah dan menaati seluruh peraturan perundang undangan yang ada, ketika sudah jelas salah, dan melanggar peraturan perundang undangan, tidak perlu mengelak lagi, mundur secara kesatriya, memberi contoh bahwa jika kalian melakukan kesalahan, sebaiknya mundur, bukan karena kapasitasnya tidak mampu dalam memimpin daerah, tetapi moral dan sikapnya sebagai jiwa pemimpin yang memegang kepercayaan rakyat yang tidak mampu diembannya dengan baik. Kepercayaan itu mahal mas, tidak dapat dibeli berapapun jumlah uang yang kita miliki.

Sembari menunggu proses atas kasus skandalnya, sebaiknya beliau segera melanjutkan pekerjaannya kembali sebagai pemerintah daerah, berat memang dibawah tekanan dan kurangnya respect dari bawahan akibat skandal ini, tapi kerja pemerintah sebagai pihak eksekutif tetap terus berjalan melayani rakyat karena kasus seperti ini takutnya dijadikan alasan pekerjaan pemerintah menjadi tertunda dan banyak alasan yang tidak perlu. Perlu ada pengganti yang cakap dan mampu menjawab kebutuhan rakyat. Apapun keputusannya sebaiknya beliau bersikap legowo dan menerima dengan lapang dada.

Sebaiknya kasus ini dijadikan pelajaran ke depan, bahwa perlu adanya sikap malu sebagai pejabat publik, tingkah laku kita selalu diawasi oleh media massa sebagai bentuk pengawalan kinerja yang dilaporkan kepada masyarakat. Mind setnya bukan karena ini permainan politik, tetapi kembali ke diri kita benar ga apa yang kita lakukan selama menjadi pemimpin?

Mau itu permainan politik, ada pihak yang tidak suka ketika beliau menjabat sebagai kepala pemerintahan daerah, perlu ada evaluasi yang mendalam, logikanya jika beliau benar benar tulus memimpin rakyat, dan pribadinya sehat, baik itu rohani dan mentalnya, beliau tidak akan sampai menikahi siri Fani, karena beliau sudah memiliki istri yang sah. Godaan godaan politik seperti itu pasti akan dihadapi oleh pemerintah daerah, seperti kata saya diatas, nasi sudah menjadi bubur, tak ada mesin waktu yang bisa mengulang kejadian agar kita bisa selalu tampil sempurna. Peringatan bagi kita juga bahwa 1000 kebaikan yang kita lakukan tidak ada artinya jika kita membuat satu kesalahan besar, maka pikir baik baik dan berhati hatilah dalam melakukan sesuatu. 

No comments: