Siapa yang tak kenal Aceng ? sudah 2 minggu bahkan lebih
namanya selalu menghiasi surat kabar dan media elektronik nasional, tak henti
hentinya beliau selalu membuat para wartawan “lengket” mencari informasi tentang dirinya, Bupati
Garut ini bahkan kini lebih popular dari artis yang sedang naik daun atau isu
isu dalam negeri yang sedang hot menjadi perbincangan khalayak umum setiap
harinya. Jarang sekali seorang Bupati sampai terkenal seluruh pelosok tanah air
di Indonesia, apakah ini karena prestasinya yang begitu menonjol dalam
memerintah suatu daerah? Atau bahkan melakukan suatu gebrakan perubahan yang
membuat seluruh rakyatnya sejahtera dan tercukupi semua kebutuhan hidupnya? Bukan,
Bapak Aceng terkenal karena kasus kontroversialnya yang menggemparkan seluruh
negeri.
Hasil sidang DPRD Garut memutuskan,
Bupati Garut Aceng HM Fikri melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kasus inilah yang menyebabkan beliau menjadi “mendadak terkenal” di mata
masyarakat. Hasil dari putusan sidang itu berdasarkan laporan dari Panitia
Khusus (Pansus) DPRD Garut akibat pernikahan sirinya dan perceraian kilat
dengan seorang perempuan muda, Fani Oktora (18).
Nasi sudah menjadi bubur, berita itu
cepat sekali menyebar, mungkin jika bapak Aceng adalah seorang warga sipil biasa,
berita ini hanya akan bertahan 1 – 2 hari, dan kasus ini akan menghilang, tetapi
beliau adalah seorang Bupati Garut, seorang pemimpin yang seharusnya dijadikan sebagai teladan yang baik
bagi rakyatnya, malah terjerat skandal kasus nikah kilat.
Bahkan ketika terdapat isu pemakzulan
dirinya dan pencopotan jabatan sebagai Bupati Garut, tak pernah menyerah, Aceng
HM Fikri melayangkan gugatan terhadap keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kabupaten Garut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung di Jalan
Asia Afrika, Kota Bandung, Jawa Barat,oleh kuasa hukum Aceng HM Fikri, Ujang
Sujai.
Kalo saya jadi Aceng, sebagai
pemimpin yang berani menanggung resiko dan bertanggung jawab, saya akan meminta
maaf kepada rakyat Garut atas perbuatan yang saya lakukan, Aceng juga manusia
biasa, manusiawi, pernah salah, pernah khilaf, sebagai pemimpin ia menjadi
sorotan semua masyarakat. Sebagai pejabat publik seharusnya ia tahu apa yang ia
lakukan, bukankah jabatan yang diberikan rakyat kepadanya hanya sementara, ketika
dia mundur, ia juga tak kehilangan apa apa, tak mudah melakukan itu memang,
butuh keyakinan diri yang kuat dan yakin bahwa jalan ini memang yang terbaik,
seperti kasus yang dialami Pak Andi Mallaranggeng yang langsung berhenti dari
jabatannya.
Langkah Aceng untuk damai
dengan Fani saya acungi jempol, ketika salah berani mengakui perbuatan dan
mempertanggungjawabkannya ke hadapan publik, jiwa itu seharusnya juga
dituangkan dalam pertanggungjawabannya sebagai pemimpin daerah. Sudah jelas
ketika diangkat menjadi Bupati, dengan segenap jiwa dan raga mengabdi kepada
daerah dan menaati seluruh peraturan perundang undangan yang ada, ketika sudah
jelas salah, dan melanggar peraturan perundang undangan, tidak perlu mengelak
lagi, mundur secara kesatriya, memberi contoh bahwa jika kalian melakukan
kesalahan, sebaiknya mundur, bukan karena kapasitasnya tidak mampu dalam memimpin
daerah, tetapi moral dan sikapnya sebagai jiwa pemimpin yang memegang
kepercayaan rakyat yang tidak mampu diembannya dengan baik. Kepercayaan itu
mahal mas, tidak dapat dibeli berapapun jumlah uang yang kita miliki.
Sembari menunggu proses atas
kasus skandalnya, sebaiknya beliau segera melanjutkan pekerjaannya kembali
sebagai pemerintah daerah, berat memang dibawah tekanan dan kurangnya respect
dari bawahan akibat skandal ini, tapi kerja pemerintah sebagai pihak eksekutif
tetap terus berjalan melayani rakyat karena kasus seperti ini takutnya
dijadikan alasan pekerjaan pemerintah menjadi tertunda dan banyak alasan yang
tidak perlu. Perlu ada pengganti yang cakap dan mampu menjawab kebutuhan
rakyat. Apapun keputusannya sebaiknya beliau bersikap legowo dan menerima
dengan lapang dada.
Sebaiknya kasus ini
dijadikan pelajaran ke depan, bahwa perlu adanya sikap malu sebagai pejabat publik,
tingkah laku kita selalu diawasi oleh media massa sebagai bentuk pengawalan
kinerja yang dilaporkan kepada masyarakat. Mind setnya bukan karena ini
permainan politik, tetapi kembali ke diri kita benar ga apa yang kita lakukan
selama menjadi pemimpin?
Mau itu permainan politik, ada
pihak yang tidak suka ketika beliau menjabat sebagai kepala pemerintahan
daerah, perlu ada evaluasi yang mendalam, logikanya jika beliau benar benar
tulus memimpin rakyat, dan pribadinya sehat, baik itu rohani dan mentalnya, beliau
tidak akan sampai menikahi siri Fani, karena beliau sudah memiliki istri yang
sah. Godaan godaan politik seperti itu pasti akan dihadapi oleh pemerintah
daerah, seperti kata saya diatas, nasi sudah menjadi bubur, tak ada mesin waktu
yang bisa mengulang kejadian agar kita bisa selalu tampil sempurna. Peringatan
bagi kita juga bahwa 1000 kebaikan yang kita lakukan tidak ada artinya jika
kita membuat satu kesalahan besar, maka pikir baik baik dan berhati hatilah
dalam melakukan sesuatu.
No comments:
Post a Comment