Dalam rangka memeriahkan
hari ulang tahun kota Bandung yang ke 202, Pemerintah kota Bandung mengadakan
Pameran buku bandung 2012, dengan tema Menuju Bandung Sebagai Kota Buku
Sejagat, di Landmark, Jalan Braga 129 Bandung,
2 s.d 8 Oktober 2012. Bedah buku
“Surat Malam Untuk Presiden” ini
berlangsung pada hari Rabu, 3 Oktober 2012, pada pukul 15.30 s.d 17.30
WIB. Acara yang dimoderatori oleh penulis mas Dian Galuh Purba ini
menghadirkan pembicara seniman Tisna Sanjaya dan Aat Suratin. Acara bedah buku ini berlangsung
sangat seru, mulai dari banyaknya peserta yang hadir mengikuti acara dan
antusiasme pengunjung dalam sesi tanya jawab.
Buku
Surat Malam Untuk Presiden ini ditulis oleh Acep Iwan Saidi, ketua Forum Studi
Kebudayaan ITB dengan hati yang tulus untuk mengetuk hati para pemimpin yang
berada di istana negara. Tulisan yang terinspirasi menggunakan media social
facebook ini ternyata banyak mendapat respons dari orang orang yang peduli
dengan nasib negara Indonesia. Media sosial facebook adalah media social yang
universal, media yang digunakan untuk mencurahkan sesuatu di dunia maya kini
beralih menjadi media yang menampung berbagai macam status baik itu komentar,
curhat, dan kritik ataupun saran untuk orang lain. Status yang awalnya bersifat
privat kini dapat menjadi konsumsi public karena memang diakui atau tidak
facebook adalah media social yang universal. Sebanyak 501 narasi status
Facebook miliknya, penulis Acep Iwan Saidi mendokumentasikan curahan hatinya ke
media social tersebut, statusnya mayoritas berisi berbagai macam kritik dan
opini terhadap berbagai hal, mulai dari sosial, politik, budaya, lingkungan,
hingga agama.
“Si Acep
sungguh luar biasa, buku in ditulis bukan dengan kritik yang keras, bukan
meninggung, tapi menyentuh dengan empati. Karena kritik-kritik itu perlu supaya
membuka hati orang-orang yang dikritiknya,” ujar Aat Suratin.
“Mas Acep
sangat cerdas, dia tidak memanfaatkan jejaring social lainnya, seperti twitter,
blogger, tmblr, dan lain lain, tetapi ia memilih menggunakan facebook sebagai
media untuk mengungkapkan ekspresinya. Status demi status Facebook pun menjadi
upaya Mas Acep untuk bisa terlibat dengan publik dan agar terjadi komunikasi
dua arah dengan pembaca untuk mengomentari berbagai macam statusnya.”
Penonton pun
sempat dibuat kaget, dengan aksi yang dilakukan oleh Mas Tisna Sanjaya, yang
membacakan puisi ketidakberdayaan pemimpin saat ini, ungkapan kekecewaan dan
dukungan terhadap buku yang ditulis oleh Mas Acep Iwan Saidi yang diakhiri
dengan melempar beberapa pisang ke arah penonton. “Buku ini berawal dari
kegelisahan yang dituangkan secara sistemik. Sistem Negara kita yang kaca
balau. Kegelisahan mengenai kampung yang tersisih, hingga pemimpin yang korup.”
papar Tisna Sanjaya.
Buku
yang terdiri dari delapan bab ini seperti berinteraksi dan
berdialog antara penulis status dan pembacanya, hal ini dikarenakan komentar para
pembaca dimasukkan sebagai referensi oleh Mas Acep Iwan Saidi sebagai bukti
bahwa tulisan yang dibuatnya sama dirasakannya oleh para pembaca. Di balik
pembuatan tulisan ini, ternyata banyak menyimpan verita yang membuat mas Acep
“trenyuh” melihat kemiskinan di Negara ini.
Tulisan ini berawal dari inspirasi mas Acep ketika sedang berada di
kampung halamannya, di Bogor. Kegelisahannya mulai muncul ketika melihat
perubahan-perubahan yang terjadi, terutama lingkungan alam yang sudah mulai
berubah. Ia terinspirasi oleh tetangganya seorang nenek tua yang bertahan hidup
dengan kemiskinan, umurnya yang tua, kekuatan tubuh yang sudah mulai melemah
menunjukkan ketidakberdayaanya menghadapai kerasnya badai kehidupan. Dalam
pembuatan tulisannya pun, ia memerlukan referensi dalam pembuatan status
facebook yang ia share ke semua pembaca. Karena dari statusnya banyak sekali
orang yang meresponsnya dengan serius. ujar Acep Iwan Saidi di balik proses
penulisan buku Surat Malam untuk Presiden.
Ada
satu hal yang menarik dan menjadi pembelajaran bagi kita semua, ketika pada
sesi tanya jawab, ada seorang penonton
yang menanyakan apakah beliau tidak takut apabila dituntut atau dipenjara oleh
kaum pemerintah karena menulis Surat Malam Untuk Presiden ? Mereka pun tertawa
sejenak, “Saya tidak takut dipenjara yang hanya 10 – 20 tahun di ruangan yang
berukuran sempit itu, saya akan sangat menyesal jika saya tidak dapat
menyuarakan kebenaran yang saya yakini ke pemerintah, saya akan merasa bahwa
saya terpenjara seumur hidup,” papar mas Mas Tisna Sanjaya.
No comments:
Post a Comment