Tak tahu mengapa wanita separuh baya itu mengajak saya bicara dari hati ke hati. Saya merasa benar – benar menjadi seorang anak muda yang banyak mendapat pengalaman dan nasihat dari kisah – kisah yang diberikan oleh sang nenek. Di usianya yang 75 tahun tak pernah dia mengeluh atas apa yang diberikan kepadanya. Dengan bangga dia menceritakan anak semata wayangnya itu. 75 tahun bagi wanita bukanlah umur yang dapat dilalui dengan mudah sahabat. Sekarang jika kita mau berpikir kita yang masih berumur 19 tahun ini akankah kita mencapai umur yang melewati 40 tahun? 75 tahun bukanlah umur yang sebentar. Di balik peraduannya dia sendiri. Menjalani semuanya dengan sendiri. Di masa tua yang seharusnya kita melihat dan mengenang jaman muda kita dulu. Tak ada lagi kenangan, tak ada lagi sanjungan, tak lagi ada pujian, dan yang ada hanyalah hari tua, beserta buku- buku yang berisikan huruf – huruf Arab dan kacamata yang selalu menemaninya. Dia sendiri….
Menanti semuanya seperti dulu kala, tapi roda waktu tak mungkin kembali, semuanya bergerak maju, tak ada yang abadi di dunia ini. beliau sungguh orang yang tabah, dia ingin mengeluarkan semua yang dipendam dalam hatinya, tapi kepada siapa dia ingin mencurahkannya? Tak ada keluarga yang bisa diajak berbagi, dia sendiri, waktu dan rambutnya yang putih itu menelan semua pikiran –pikiran kosong yang ada di hatinya. Sungguh kesepian. Saya bisa merasakan auranya. Dia mulai menitikkan air mata, saya ingin kembali, kembali ke rahmatullah, saya sudah ikhlaskan semuanya. Tak ada yang dipikirkannya lagi. Dengan penyakit yang dideritanya selama ini, vertigo yang sudah lama ia gonta ganti dokter dan asam uratnya yang tak sembuh - sembuh selama 3 bulan ini dia tidak mengeluh sama sekali. Dia hanya bersujud kepada Allah untuk diberikan yang terbaik dalam hidupnya. Di dalam doanya yang ia panjatkan setiap sholat. Saya pun ikut menangis, mungkin terlihat agak aneh tapi nenek itu terlihat seperti nenek saya. Tak tahu mengapa saya ingin berbicara dengan nenek saya seperti itu. Nenek saya pasti dulunya seperti itu. Badannya tua, rambutnya putih dan selalu senyum ke setiap cucunya. Tidak tahu mengapa saya merindukan nenek saya yang sudah meninggal. Hati ini sakit, melihat waktu yang tidak sempat berjumpa beliau. Ketika beliau berkata bahwa ketika saya akan pergi ke Bandung lagi untuk meneruskan kuliah saya, beliau mencegah saya untuk tinggal di rumah. Untuk tetap tinggal di rumah. Beliau ingin melihat saya untuk terakhir kalinya. Beliau mengatakan jika saya pergi saya tidak akan berjumpa dengan beliau kembali. Awalnya saya menganggap itu biasa saja sampai perisitiwa itu terjadi, Ketika saya sedang kuliah di GKU Barat 9022, saya mendapat kabar bahwa nenek saya wafat, saya panik, saya tak tahu apa yang harus saya lakukan di daerah orang, saya cari tiket pesawat untuk terbang dari Bandung ke Yogyakarta, tapi bagaimana saya menuju kesana, saya bingung sahabat, ingin rasanya meluapkan perasaan saya karena saya begitu bodoh di daerah orang. Akhirnya tak ada jadwal keberangkatan pesawat yang cocok dengan pemakaman nenek saya, saya di telp adek saya untuk segera pulang, kapan lagi saya melihat wajah nenek saya ketika sudah ditutup di liang lahat. Saya berpikir betapa menyesalnya saya, saya tidak dapat bertemu dengan nenek saya, cerita nenek tadi mengingatkan saya atas detik – detik kematian nenek saya. Saya berpikir bahwa saya harus pulang pada saat itu juga. Saya tidak memikirkan kuliah yang akan berlangsung hari ini, esok dan seterusnya. Saya ingin bertemu dengan nenek saya. Tapi mungkin takdir berkata lain. Allah pasti menentukan yang terbaik bwt setiap hambanya. Nenek sudah mengetahui bahwa kita tidak akan bertemu. Mungkin beliau lah yang memahami saya, selalu dingatkan untuk menutup pintu dan harus menjaga beliau, jangan pulang lebih dari jam 9 malam, tapi akhirnya…
Saya naik pesawat Garuda dari Jakarta – Yogyakarta, di perjalanan saya memikirkan beliau yang telah ikut berperan dalammembesarkan saya selama ini, 19 tahun ini saya habiskan bersama beliau, walaupun saya sempat tinggal di Bekasi dulunya. Tapi masa – masa indah itu akan terukir, ketika beliau menggendong saya, mengajak saya ke pasar, mengajari saya mengaji untuk menyebu Asma-Mu ya Allah...
Beliau tidak pernah cerita sama saya tentang yang beliau pendam selama ini, saya memang sering jarang berada di rumah karena sibuk mengurus urusan sekolah. Tak ada teman berbagi kecuali kakek, mereka menghabiskan waktu tua bersama, ini menjadi pelajaran untuk saya dan para sahabat, nenek itu terus bercerita bahwa dia sebenarnya ingin melihat semua anaknya bahagia. Sebuah kalimat permohonan yang simple, tak ada yang special pada diri nenek ini. tapi pribadi yang tegar menghadapinya sungguh luar biasa, ia ditinggal suaminya dan ditinggal anak semata wayangnya pergi jauh dan tak pernah kembali. Sambil menghibur diri dia bercerita tentang masa lalunya untuk menghibur saya dengan cerita lucunya. Jujur saya tidak bisa membayangkan penantian yang begitu lama yang dijalaninya. Dia sanggup bertahan seorang diri. Tak sanggup dan tak tega saya melihat ada orang tua yang dibuang anaknya sendiri ke panti jompo. Bukankah sahabat kita sudah dirawat selama belasan tahun dan inikah balasan yang mereka berikan? Bukan, nenek itu memberi sebuah pelajaran sering – seringlah untuk berkomunikasi dengan keluarga dekat kita. Karena hanya dialah yang mau mengerti kita apa adanya. Merekalah yang paling mengerti dan merekalah yang kita butuhkan. Saya menjadi sadar saya pasti tidak akan mengecewakan keluarga yang ada di rumah. Saya tak akan membiarkan keluarga saya ditelan oleh hilangnya waktu. Saya ingin mereka menyaksikan saya menggunakan toga bahwa saya akhirnya lulus sarjana. Sebuah pencapain yang ditunggu – tunggu sebagai anak pertama.
Hidup bagaikan misteri ilahi. Kita tidak punya jaminan bahwa kita akan hidup lebih lama sahabat, apakah kita akan punya apa yang kita impi – impikan sejak kecil itu terwujud? Atau bagaimanakah nasib kita di masa depan? Hidup itu sahabat ada yang bilang bahwa kita hidup itu hanyalah “ mampir ngombe” atau numpang minum. Kita memulai perjalanan jauh dan akhirnya kembali pulang ke hadirat Allah swt. Jujur sahabat saya agak malu dengan apa yang saya miliki. Saya belum dewasa, saya belum siap, saya belum matang, dan saya belum memiliki semuanya untuk kembali pulang jika saya dipanggil ke rahmatullah. Cerita di atas adalah apa yang penulis alami, tentang sebuah peristiwa yang amat menawan hati, saya sangat terharu. Semoga bermanfaat bagi pembaca semua.
3 comments:
"sesungguhnya segala sesuatu yang berasal dari Allah akan kembali padanya"
kehilangan apapun itu belajarlah dari tukang parkir, selalu ikhlas ketika apa yang dititipkan padanya diambil kembali, ambil hikmahnya....
sabar itu memang berat tapi insya Allah akhirnya nikmat...:)
save page ahh d fd ... hhe ...qw baca dah di humz..haha
aq juga dah kehilangan nenek yang aq sayang. emang bener beliau hanya mengharapkan anak and cucunya sehat dan bahagia. ya sekarang waktunya kita untuk selalu mendoakannya...
Post a Comment